
Berbicara tentang déjà vu selalu menarik perhatian kita, berdasarkan pengalaman saya rata-rata pembahasan akan berhenti pada pertanyaan nomer dua pada paragraph diatas, atau setidaknya kita lalu menceritakan pengalaman kita tentang déjà vu. Bila dijabarkan dan diperluas , Permasalahan déjà vu menyangkut psikologi, science, metafisika, termasuk masalah jiwa dan roh, lebih singkatnya kita bisa memandang dari sisi sains ataupun spiritual. Bila memandang dari sisi sains tentu saja akan mencari penjelasan secara logis tentang sensasi déjà vu, sedangkan bila memandang dari sisi spiritual, kita akan ditarik lebih dalam lagi kedalam permaszlahan jiwa dan roh hingga bahkan teori reinkarnasi menjelaskan sensasi déjà vu.
Bahkan terdapat bemacam-macam penjelasan mengenai sensasi déjà vu dalam sains, dulunya para ilmuwan berpendapat déjà vu terjadi ketika salah satu mata menerima sensasi optic dan sampai ke otak terlebih dahulu daripada mata yang satunya, sehingga menimbulkan sensasi atapun yang familiar padahal hal itu baru saja terjadi. Teori tersebut biasa disebut optical pathway delay. Pertanyaan berikutnya, apakah orang buta tidak bisa mengalami déjà vu?
Ternyata terdapat beberapa laporan yang menjelaskan bahwa orang buta juga mengalami déjà vu, mereka merasakan sensasi déjà vu dari indera penciuman, pendengaran bahkan indera perabanya.
Salah satu artikel pada popsy.wordpress.com menjelaskan beberapa penilitian tentang sensasi déjà vu. Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.
Buku yang saya baca berjudul Murphy’s Law menjelaskan bahwa salah satu aspek penting pada déjà vu adalah ketika anda berhadapan dengan dunia yang peduli waktu adalah semua kejadian (seperti halnya ketika anda membaca artikel ini) akan masuk kedalam organ otak bernama hippocampus( menurut Wikipedia, hippocampus merupakan bagian otak yang bertugas mengendalikan ingatan jangka pendek) dan ditempatkan sesuai waktu yang disebutkan “sekarang,..sejenak yang lalu,..Sebelumnya. Misalnya bahwa anda baru saja menyadari sedang membaca kata-kata ini setelah kata-kata sebelumnya. Hippocampus memberikan label waktu pada semua hal.
Dijelaskan pada buku tersebut bahwa pelabelan waktu ini sangat penting, bila pengurutan tidak dilakukan dengan benar, seperti halnya menonton film dengan frame yang acak. Hari anda akan kacau bahkan gagasan ‘hari’ tidak akan berarti. Pengalaman setiap kejadian dalam kehidupan anda tersusun dalam sebuah bagan waktu mental.
Secara berbarengan anda membandingkan setiap pengalaman baru dengan ikatan dan harapan yang telah tersimpan dalam otak. Jika pengalaman kejadian tertentu, yang sedang dalam perjalanan untuk disunting menjadi film, gagal mendapat label waktu, korteks berasumsi bahwa kejadian itu tidak cocok dimasukkan ke dalam waktu kini dan menganggap kejadian itu berasal dari bagian ingatan lain atau sesuatu yang terjadi dimasa lalu kejadian itu juga tidak ada, maka perasaan déjà vu akan terasa samar.
Muungkin dengan bahasa yang lebih mudah seperti ini. Bahwa kadang kala otak kita mengalami sedikit gangguan dan sedikit tidak berjalan dengan semestinya. Kejadian yang sebenarnya terjadi hari ini seharusnya tersimpan untuk space memory pada hari ini, terkadang otak salah menyimpan kedalam space yang bukan seharusnya. Sehingga sensasi déjà vu pun terjadi. Jadi bagi seorang yang tidak pernah mengalami déjà vu, bersyukurlah, berarti otak anda masih bekerja dengan sangar baik.
Penjelasan singkat diatas menjelaskan secara singkat teori tentang sensasi déjà vu dari sisi sains. Tentu saja apa yang saya dapat hanya merupakan surface dari sebuah ilmu sains yang lebih dasyat dan kompleks. Pembahasan déjà vu dari sisi spiritual akan jauh lebih menarik, dan panjang. Saya akan berusaha memberikan penjelasan tersebut dilain kesempatan. Semoga informasi yang saya berikan bermanfaat.
Arief’Sudrun’.A
Sumber: Robinson Ricahard - Murphy’s Law , popsy.wordpress.com, Wikipedia.org, image 1 by http://www.meganjeanmorris.com
Bahkan terdapat bemacam-macam penjelasan mengenai sensasi déjà vu dalam sains, dulunya para ilmuwan berpendapat déjà vu terjadi ketika salah satu mata menerima sensasi optic dan sampai ke otak terlebih dahulu daripada mata yang satunya, sehingga menimbulkan sensasi atapun yang familiar padahal hal itu baru saja terjadi. Teori tersebut biasa disebut optical pathway delay. Pertanyaan berikutnya, apakah orang buta tidak bisa mengalami déjà vu?
Ternyata terdapat beberapa laporan yang menjelaskan bahwa orang buta juga mengalami déjà vu, mereka merasakan sensasi déjà vu dari indera penciuman, pendengaran bahkan indera perabanya.
Salah satu artikel pada popsy.wordpress.com menjelaskan beberapa penilitian tentang sensasi déjà vu. Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.
Buku yang saya baca berjudul Murphy’s Law menjelaskan bahwa salah satu aspek penting pada déjà vu adalah ketika anda berhadapan dengan dunia yang peduli waktu adalah semua kejadian (seperti halnya ketika anda membaca artikel ini) akan masuk kedalam organ otak bernama hippocampus( menurut Wikipedia, hippocampus merupakan bagian otak yang bertugas mengendalikan ingatan jangka pendek) dan ditempatkan sesuai waktu yang disebutkan “sekarang,..sejenak yang lalu,..Sebelumnya. Misalnya bahwa anda baru saja menyadari sedang membaca kata-kata ini setelah kata-kata sebelumnya. Hippocampus memberikan label waktu pada semua hal.
Dijelaskan pada buku tersebut bahwa pelabelan waktu ini sangat penting, bila pengurutan tidak dilakukan dengan benar, seperti halnya menonton film dengan frame yang acak. Hari anda akan kacau bahkan gagasan ‘hari’ tidak akan berarti. Pengalaman setiap kejadian dalam kehidupan anda tersusun dalam sebuah bagan waktu mental.
Secara berbarengan anda membandingkan setiap pengalaman baru dengan ikatan dan harapan yang telah tersimpan dalam otak. Jika pengalaman kejadian tertentu, yang sedang dalam perjalanan untuk disunting menjadi film, gagal mendapat label waktu, korteks berasumsi bahwa kejadian itu tidak cocok dimasukkan ke dalam waktu kini dan menganggap kejadian itu berasal dari bagian ingatan lain atau sesuatu yang terjadi dimasa lalu kejadian itu juga tidak ada, maka perasaan déjà vu akan terasa samar.
Muungkin dengan bahasa yang lebih mudah seperti ini. Bahwa kadang kala otak kita mengalami sedikit gangguan dan sedikit tidak berjalan dengan semestinya. Kejadian yang sebenarnya terjadi hari ini seharusnya tersimpan untuk space memory pada hari ini, terkadang otak salah menyimpan kedalam space yang bukan seharusnya. Sehingga sensasi déjà vu pun terjadi. Jadi bagi seorang yang tidak pernah mengalami déjà vu, bersyukurlah, berarti otak anda masih bekerja dengan sangar baik.
Penjelasan singkat diatas menjelaskan secara singkat teori tentang sensasi déjà vu dari sisi sains. Tentu saja apa yang saya dapat hanya merupakan surface dari sebuah ilmu sains yang lebih dasyat dan kompleks. Pembahasan déjà vu dari sisi spiritual akan jauh lebih menarik, dan panjang. Saya akan berusaha memberikan penjelasan tersebut dilain kesempatan. Semoga informasi yang saya berikan bermanfaat.
Arief’Sudrun’.A
Sumber: Robinson Ricahard - Murphy’s Law , popsy.wordpress.com, Wikipedia.org, image 1 by http://www.meganjeanmorris.com